DAFTAR ISI
Halaman judul………………………………………………............................... i
Kata
pengantar……………………………………………........................…..... ii
Daftar
isi………………………………………………….............................….. iii
BAB I
PENDAHULUAN………………............................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN...........................................…………............................ 2
A. Reproduksi
Sehat
1.
Pengertian
Reproduksi Sehat…………………………………….
2.
Kesehatan Reproduksi dalam Islam……………………………...
a.
Islam dan Seksualitas…………………………………………….
b.
Islam dan Kehamilan…………………………………………….
c.
Islam dan Menyusui……………………………………………...
d.
Islam dan Kontrasepsi……………………………………………
e.
Islam dan Aborsi…………………………………………………
f.
Islam dan Pendidikan Seks………………………………………
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
BAB III PENUTUP ..............................................................................................
iii
BAB
I
PENDAHULUAN
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, dan
mental yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam
segala hal yang berhubungan dengan reproduksi dan fungsi-fungsinya serta
prosesprosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat
mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan
untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin
melakukannya,
bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk
terakhir ini adalah hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan
mempunyai fertilitas yang tidak melawan datin,
hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan ,kesehatan yang memungkinkan
para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan
memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat.
Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi
merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan
dankesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah
kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan
meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan
semata-matakonseling dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan
penyakit yang ditularkan melalaui hubungan seks.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Reproduksi
Sehat
1.
Pengertian
Reproduksi Sehat
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah
kesejahteraan fisik, dan mental yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan reproduksi, fungsi serta
prosesnya. Reproductive health is a state of complete physical, mental and
social welling and not merely the absence of disease or infirmity, in all
matters relating toreproductive system and to its funtctions processes (WHO)
Agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi secara sehat, dalam pengertian fisik,
dan mental, diperlukan beberapa prasyarat :
Pertama, agar tidak ada kelainan anatomis dan
fisiologis baik pada perempuan maupun laki-laki. Antara lain seorang perempuan
harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah kelahiran
bayinya kelak. Ia juga harus memiliki kelenjar-kelenjar penghasil yang mampu
memproduksi horman yang diperlukan untuk memfasilitasi pertumbuhan fisik dan
fungsi dating dan organ reproduksinya. Perkembangan-perkembangan tersebut sudah
berlangsung sejak usia yang sangat muda. Tulang pinggul berkembang sejak anak belum
menginjak remaja dan berhenti ketika anak itu mencapai usia 18 tahun. Agar semua
pertumbuhan itu berlangsung dengan baik, ia memerlukan makanan dengan mutu gizi
yang baik dan seimbang. Hal ini juga berlaku bagi laki-laki. Seorang laki laki memerlukan
gizi yang baik agar dapat berkembang menjadi laki-laki dewasa yang sehat.
Kedua, baik laki-laki maupun perempuan memerlukan
landasan psikis yang memadai agar perkembangan emosinya berlangsung dengan
baik. Hal ini harus dimulai sejak anak-anak, bahkan sejak bayi. Sentuhan pada
kulitnya melalui rabaan dan usapan yang hangat, terutama sewaktu menyusu
ibunya, akan memberikan rasa terima kasih, tenang, aman dan kepuasan yang tidak
akan ia lupakan sampai ia besar kelak. Perasaan semacam itu akan menjadi dasar kematangan
emosinya dimasa yang akan dating.
Ketiga, setiap orang hendaknya terbebas dari
kelainan atau penyakit, baik langsung maupun tidak langsung mengenai organ
reproduksinya. Setiap lelainan atau penyakit pada organ reproduksi, akan dapat
pula menggangu kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas reproduksinya.
Termasuk disini adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual-misalnya AIDS dan Hepatitis B, infeksi lain pada organ reproduksi,
infeksi lain yang mempengaruhi perkembangan janin, dampak pencemaran
lingkungan, tumor atau kanker pada organ reproduksi, dan ganguan hormonal
terutama hormon seksual.
Keempat, seorang perempuan hamil memerlukan jaminan
bahwa ia akan dapat melewati masa tersebut dengan aman. Kehamilan bukanlah
penyakit atau kelainan. Kehamilan adalah sebuah proses fisiologis. Meskipun
demikian, kehamilan dapat pula mencelakai atau mengganggu kesehatan perempuan
yang mengalaminya. Kehamilan dapat menimbulkan kenaikan tekanan darah tinggi, pendarahan,
dan bahkan kematian. Meskipun ia menginginkan datangnya kehamilan tersebut,
tetap saja pikirannya penuh dengan kecemasan apakah kehamilan itu akan mengubah
penampilan tubuhnya dan dapat menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak menarik lagi
bagi suaminya. Ia juga merasa cemas akan menghadapi rasa sakit ketika melahirkan,
dan cemas tentang apa yang terjadi pada bayinya. Adakah bayinya akan lahir
cacat, atau lahir dengan selamat atau hidup. Perawatan kehamilan yang baik seharusnya
dilengkapi dengan konseling yang dapat menjawab berbagai kecemasan tersebut.
2.
Kesehatan Reproduksi dalam Islam
Islam sebagai pandangan
hidup tentu saja memiliki kaitan dengan kesehatan reproduksi. Mengingat Islam
berfungsi sebagai pengatur kehidupan manusia dalam rangka mencapai keadaan
sesuai dengan definisi kesehatan reproduksi itu sendiri. Islam mengatur
kesehatan reproduksi manusia ditujukan untuk memuliakan dan menjunjung tinggi
derajat manusia. Dan Islam sejak belasan abad yang lalu—jauh sebelum kemajuan
ilmu kesehatan dan kedokteran—mengaturnya sesuai dengan Quran, hadits, dan ijma
para ulama, yang mencakup seksualitas, kehamilan, menyusui, kontrasepsi dan KB,
dan aborsi, serta hal lain yang tidak dapat dijelaskan satu persatu. Dan
sebagai umat muslim kita wajib mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan
Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan sebagai umat manusia.
a.
Islam dan Seksualitas
Seksualitas dalam Islam
dapat menjadi hal yang terpuji sekaligus tercela. Seksualitas menjadi hal yang
terpuji jika dilakukan dalam lingkup hubungan yang sesuai syariat, yaitu
hubungan pasangan laki-laki dan perempuan—bukan antara pasangan sejenis
(homoseksual) atau dengan binatang (zoofilia)—yang telah menikah secara sah.
Sebaliknya seksualitas dalam Islam dapat menjadi hal yang tercela jika hubungan
dilakukan di luar pernikahan, antara pasangan sejenis, atau dengan binatang.
Ayat Quran yang paling
terkenal untuk menjelaskan hubungan laki-laki dan perempuan yang sesuai syariat
adalah dalam surat Ar Ruum: 21 yang menyatakan tujuan pernikahan yaitu
dijadikannya rasa cinta dan kasih sayang. Seorang ahli tafsir dalam
kitab tafsir Al Futuhatul Ilahiyah menyatakan bahwa cinta berarti
hubungan seksual, dan kasih sayang berarti hasil hubungan seksual yaitu seorang
anak. Hal ini berarti Islam sangat mengatur hubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam hal seksualitas adalah untuk kebaikan bersama secara fisik dan
mental serta menghasilkan keturunan sebagai penerus diinul Islam, bukan hanya
untuk kepuasan secara biologis saja.
Islam melarang hubungan
seksual melalui dubur & mulut (anal & oral sex),
homoseksualitas, sodomi, lesbianisme, dan perilaku seksual lain yang tidak
wajar. Kekhawatiran Islam tentang hal ini sangat beralasan mengingat saat ini
perilaku di atas banyak ditemukan di masyarakat di seluruh dunia yang berakibat
pada timbulnya penyakit-penyakit menular seksual dan desakralisasi hubungan
pernikahan dimana hanya mementingkan syahwat semata. Hubungan seksual juga
dilarang untuk dilakukan saat menstruasi (lihat QS. Al Baqarah: 222), pasca
melahirkan, penyakit berat, dan siang hari di bulan Ramadhan.
Penelitian-penelitian di abad modern menunjukkan korelasi positif antara
larangan tersebut dengan efek merugikan yang ditimbulkannya bila dilakukan.
Dalam Islam hubungan
seksual pranikah dan perselingkuhan dilarang dan dapat dihukum sesuai syariat.
Bahkan negara kita juga telah memasukkan perihal ini dalam KUHP. Supaya umat
manusia tidak terjebak pada perilaku tercela maka Islam mengaturnya dalam Quran
surat Al Israa: 32 yaitu tentang larangan mendekati zina. Bukan hanya
melakukan, mendekatinya saja dilarang dalam Islam seperti hubungan laki-laki
dan perempuan bukan muhrim yang terlampau bebas.
Hubungan seksual yang
bebas (freesex) secara kedokteran dapat menyebabkan penyakit/ infeksi
menular seksual, kehamilan tak diinginkan, aborsi dan kematian ibu, dan bayi
tanpa ibu. Secara sosial maka akan menimbulkan nasab yang tidak jelas, sehingga
kehidupan keluarga dan sosial budaya akan terganggu. Semua hal itu akan
berujung pada penurunan kualitas generasi bangsa.
b.
Islam dan Kehamilan
Dr Maurice Bucaille,
ilmuwan Perancis dalam bukunya yang fenomenal La Bible Le Coran Et La
Science (Bibel, Quran, dan Sains Modern) menyatakan bahwa sebelum ilmu kedokteran
modern berkembang, para ilmuwan memiliki konsep yang salah tentang penciptaan
manusia padahal Quran telah menyatakannya dengan sangat jelas sejak 14 abad
yang lalu. Dalam surat Al Mukminun: 14 dan Al Hajj: 5, Quran telah menjelaskan
tahap demi tahap perkembangan penciptaan manusia. Quran menyebutkan tempat
- tempat mekanisme yang tepat
dan menyebutkan tahap-tahap yang pasti dalam reproduksi, tanpa
memberi bahan yang keliru sedikitpun. Semuanya diterangkan secara
sederhana dan mudah dipahami oleh semua orang serta sangat sesuai
dengan hal-hal yang ditemukan oleh sains di kemudian hari. Seperti dalam
kandungan surat Quran berikut ini: “Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”(QS. Al Mu’minun: 14)
Hal yang dijelaskan Al
Quran di atas sangat sejalan dengan ilmu kedokteran dan embriologi modern,
termasuk diciptakannya panca indera seperti tercantum dalam Surat As Sajadah:
9, yang berbunyi: "Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke
dalam tubuhnya roh (ciptaan)Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur."
c.
Islam dan Menyusui
Penelitian ilmiah modern
baru dapat menyatakan kelebihan dan manfaat air susu ibu (ASI) di penghujung
abad ke-20. Namun, kajian tentang ASI telah termaktub di dalam Quran beribu
tahun yang lalu sejak diturunkannya pedoman hidup manusia itu. ASI sebagai
makanan terbaik bagi bayi itu telah menjadi rekomendasi WHO untuk diberikan
secara eksklusif selama 4-6 bulan dan dilanjutkan bersama makanan lain hingga
berusia 2 tahun. Hal ini sesuai dengan surat Al Baqarah: 233, yang secara
ilmiah berkaitan erat dengan pembentukan sistem kekebalan tubuh bayi dalam
tahun-tahun pertama kehidupannya.
ASI
tidak hanya penting bagi bayi saja tetapi penting pula bagi ibunya. Hubungan
batin antara ibu dan bayinya menjadi lebih terasa karena dekatnya hubungan
mereka melalui proses penyusuan. Secara klinis telah pula diteliti bahwa
penyusuan dapat mengurangi risiko kanker payudara. Selain itu proses penyusuan
berguna pula sebagai kontrasepsi alamiah.
d.
Islam dan Kontrasepsi
Hingga saat ini
kontrasepsi sebagai sarana pengaturan jarak kehamilan masih menjadi perdebatan
di kalangan ulama dan ilmuwan Islam. Ada kalangan yang menentang karena mereka
beranggapan kontrasepsi atau keluarga berencana merupakan produk Yahudi dan
kaum kafir untuk melemahkan kaum muslimin karena mereka takut kalau-kalau
pertumbuhan umat Islam akan mengancam tujuan, dominasi/pengaruh dan kepentingan
mereka. Kalangan yang menentang juga beranggapan bahwa KB bertentangan dengan
anjuran Islam untuk memperbanyak keturunan. Ada pula kalangan yang membolehkan
atau membolehkan dengan syarat.
Kontrasepsi di dunia
Islam memiliki sejarah panjang. Dasar penggunaan kontrasepsi di dalam Islam
adalah hadits Rasulullah yang berbunyi, ‘Kami pernah melakukan azl (senggama
terputus) di zaman Rasulullah. Rasul mengetahui hal itu terapi tidak melarang
kami melakukannya’. Beberapa ulama menggunakan qyas, bila azl
diperbolehkan, maka metode ikhtiar pengaturan kehamilan lainnya pun boleh,
kecuali sterilisasi. Jarak kehamilan dalam Islam pun telah diatur melalui
program menyusui. Kedokteran Islam sendiri telah mengembangkan kontrasepsi
sejak awal dan memerintahkan Eropa untuk menggunakannya.
Penggunaan kontrasepsi
dilarang jika ditujukan untuk menyuburkan kolonialisme dan imperialism. Intinya
ketentuan Islam yang berhubungan dengan kontrasepsi atau KB bergantung kepada
niat. Kalau kita menggunakan kontrasepsi karena ingin anak sedikit, malas
mengurus anak, takut kulit rusak, takut organ reproduksi atau fungsi seksual
terganggu, atau takut miskin, tentunya menggunakan kontrasepsi bertentangan
dengan anjuran Islam karena unsurnya hanyalah egoisme bukan hablumminallah
atau hablumminannas. Tentunya berbeda kalau kita berupaya menjarangkan
kehamilan itu karena ikhtiar untuk dapat mendidik anak dengan lebih
sempurna atau karena kita takut lahir anak yang cacat bila usia kita sudah di
atas 35 tahun. Ada baiknya kita renungkan ayat Quran berikut:
“Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar (QS. An Nisaa: 9)”
e.
Islam dan Aborsi
Permasalahan aborsi atau
secara medis berarti penghentian kehamilan di bawah usia kehamilan 20 minggu
masih menjadi perdebatan di kalangan muslim. Kalangan yang sepenuhnya menentang
mendasarkan pendapatnya pada Quran Surat Ath-Thalaq: 3, yaitu, ‘Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu’
Sementara itu kalangan
muslim lainnya membolehkan aborsi hanya untuk alasan berat seperti mengancam
nyawa ibu atau kemungkinan janin lahir cacat. Saat ini berkembang perdebatan di
Indonesia tentang akan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) yang cenderung untuk
melegalkan bahkan meliberalkan aborsi, dengan alasan saat ini banyak masyarakat
yang terlibat praktik aborsi yang tidak aman sehingga menimbulkan angka
kematian ibu dan bayi tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Tentu saja
pembuatan produk legislatif ini harus disikapi dengan bijaksana dengan
melibatkan berbagai unsur dalam masyarakat termasuk kalangan ulama dan agamawan
dalam proses pembuatannya.
f.
Islam dan Pendidikan Seks
Islam juga sama sekali
tidak lupa untuk mengajarkan kita tentang pendidikan seks berupa penjelasan
tentang alat-alat reproduksi, kehamilan, menstrusi (haid), hubungan seksual
yang aman dan syar’i, dengan bahasa yang sederhana dan dalam batas
tata susila yang diperlukan, bukan mengandung unsur pornografi.
Dengan demikian dapat
dipahami bahwa Islam mengatur seksualitas untuk mencegah umat manusia melakukan perilaku
seksual yang serampangan, yang dapat mengancam kemanusiaan.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat
golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi keseshatan reproduksi:
a.
Faktor sosial-ekonomi dan demografi
(terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang
terpencil);
b.
Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk
pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi
tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling
berlawanan satu dengan yang lain, dsb);
c.
Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang
membeli kebebasannya secara materi, dsb);
d.
Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca
penyakit menular seksual, dsb).
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi
dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak
reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi,
sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan,
sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
BAB
III
PENUTUP
Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup
persoalan kesehatan reproduksi wanita secara sempit dengan mengaitkannya pada
masalah seputar perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan
persalinan, pendekatan baru dalam program kependudukan memperluas pemahaman
persoalan kesehatan reproduksi. Dimana seluruh tingkatan hidup perempuan
merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi. Secara tematik, ada lima
kelompok masalah yang diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan
reproduksi itu sendiri, keluarga berencana, PMS dan pencegahan HIV/AIDS,
seksualitas hubungan manusia dan hubungan gender, dan remaja. Secara lebih
spesifik, berbagai masalah dalam kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan,
pertolongan persalinan, infertilitas, menopause, penggunann kontrasepsi,
kehamilan tidak dikehendaki dan aborsi baik pada remaja maupun pasangan yang
telah menikah, PMS dan HIV/AIDS (berkaitan dengan prostitusi, homoseksualitas, dan
gaya hidup), pelecehan dan kekerasan pada perempuan, pekosaan, dan layanan dan
informasi pada remaja.
Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi
oleh aspek-aspek dan proses-proses yang terkait pada setiap tahap dalam
lingkungan hidup. Masa kanakkanak, remaja pra -nikah, reprodukstif baik menikah
maupun lajang, dan menopause akan dilalui oleh setiap perempuan, dan pada masa-
masa tersebut akan terjadi perubahan dalam sistem reproduksi. Pada saat yang
bersamaan dimungkinkan adanya faktor-faktor non klinis yang menyertai perubahan
itu, seperti faktor sosial, faktor budaya dan faktor politik yang berkaitan
denag kebijakan pemerintah. Berperannya berbagai faktor dalam kesehatan
reproduksi ini selanjutnya memberikan pemahaman akan keterlibatan subjek atau
pelaku, diluar kelompok perempuan itu sendiri. Salah satu subjek terdekat dan
langsung berkaitan dengan masalah reproduksi perempuan adalah kelompok
laki-laki. Laki-laki dalam hal ini berperan penting sesuai dengan statusnya
terhadap perempuan, baik sebagai suami, saudara, ayah, teman, maupun critical
person dalam penentuan kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar